Inflasi China Bikin Khawatir, Begini Dampaknya ke RI
Jakarta, Indonesia - Inflasi China pada periode bulan lalu tercatat melonjak
dan sempat membuat pelaku pasar, terutama di kawasan Asia khawatir.
Pada pekan lalu, yakni Rabu
(10/11/2021), inflasi dari sektor konsumen (Indeks Harga Konsumen/IHK)
dilaporkan naik 1,5% secara tahunan (year-on-year/yoy) di bulan
Oktober, lebih tinggi dari bulan sebelumnya 0,7% yoy.
Tak hanya dari sektor
konsumen, inflasi dari sektor produsen (producer price index/PPI)
juga tercatat melonjak pada bulan lalu.
Dengan angka PPI yang melonjak itu menjadikan rekor
inflasi di Tiongkok dalam 26 tahun terakhir, terutama dari sisi harga produsen.
PPI biasa digunakan untuk
mengukur perubahan rata-rata harga yang diterima produsen domestik untuk barang
yang mereka hasilkan.
"Pada bulan Oktober,
kenaikan PPI meluas karena kombinasi faktor global yang diimpor dan ketatnya
pasokan energi dan bahan baku domestik utama," kata ahli statistik senior
NBS Dong Lijuan dalam sebuah pernyataan dikutip AFP, Jumat (12/11/2021).
Dong menyebut bahwa efek
gabungan dari cuaca yang tidak biasa, ketidaksesuaian permintaan dan pasokan
produk tertentu, serta kenaikan biaya modal mengakibatkan peningkatan inflasi
ini.
"Secara bulanan, biaya
sayuran melonjak karena cuaca hujan, wabah virus corona, dan kenaikan biaya
transportasi," tambahnya.
Angka ini lebih tinggi di
atas survei Reuters, di mana PPI diperkirakan menjadi
sebesar 12,4%, sedangkan IHK meningkat menjadi 1,4%.
Sebelumnya, para ekonom
global menilai China bakal mengalami stagflasi seiring dengan sejumlah
tanda-tanda di ekonomi Negeri Panda yang sudah mulai terlihat saat ini.
Ekonomi yang melambat tetapi
inflasi tinggi inilah yang dikenal dengan istilah stagflasi dan menjadi 'mimpi
buruk' bagi China karena pelaku ekonomi harus membayar mahal demi pertumbuhan
yang biasa saja.
"Kami khawatir tentang
peralihan dari harga produsen ke harga konsumen," kata Zhiwei Zhang,
Kepala Ekonom Pinpoint Asset Management, perusahaan investasi yang berbasis di
Hong Kong, dikutip CNN International.
"Perusahaan berhasil
menggunakan persediaan input mereka sebagai penyangga untuk menghindari beban
biaya yang lebih tinggi kepada pelanggan mereka sebelumnya, tetapi (sekarang)
persediaan mereka telah habis," katanya lagi.
Pada pekan lalu, Kementerian
Perdagangan China sudah mengeluarkan pemberitahuan agar pemerintah daerah
mendorong masyarakat 'menimbun' makanan dan kebutuhan sehari-hari.
Hal ini dilakukan akibat
cuaca buruk, kekurangan energi, dan pembatasan aktivitas karena pandemi
Covid-19 yang berpotensi mengganggu pasokan.
"Kami meminta keluarga
untuk menyimpan sejumlah kebutuhan sehari-hari yang diperlukan untuk memenuhi
kehidupan sehari-hari dan keadaan darurat," ujar situs resmi Kementerian
Perdagangan China dua pekan silam.
Kebijakan ini langsung memicu panic
buying di supermarket hingga e-commerce besar,
Alibaba. Pihak berwenang pun mengaitkan kenaikan inflasi konsumen ini dengan
melonjaknya biaya sayuran dan gas.
Mengutip laporan Reuters Senin
(8/11/2021) lalu, para manula di Beijing terlihat berebut sayur kubis di
swalayan. Beberapa sudut memperlihatkan bagaimana orang-orang membawa bungkusan
kubis sangat besar, yang kemungkinan bisa disimpan sebagai stok berbulan-bulan.
"Setiap tahun, di waktu
ini, volume penjualan (kubis) memang meningkat. Tapi setelah laporan
(penimbunan) keluar, semua orang buru-buru membeli semuanya bahkan lebih,"
kata seorang penjual di pasar Xinfadi, Beijing, Jia Jinzhi, dikutip Selasa
(9/11).
Tidak ada komentar untuk "Inflasi China Bikin Khawatir, Begini Dampaknya ke RI"
Posting Komentar